Diskriminasi Gender Penyebab Konflik Di Indonesia

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Segala puji bagi Allah yang telah memberikanku kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang "Diskriminasi Gender Penyebab Konflik Di Indonesia", yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Walaupun makalah ini kurang sempurna dan memerlukan perbaikan tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.


Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Ilmu Sosial Dasar yang telah membimbing penyusun.

Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun. Terima kasih.


                                                                               Depok, Desember 2015
                                                                                                                                                      




DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR ..............................................................................2

DAFTAR ISI ............................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

1.1            Latar Belakang ......................................................................4

1.2            Rumusan Masalah..................................................................4

               1.3     Tujuan……………................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

            2.1        Teori Gender………….........................................................5

            2.2        Konsep Gender…….............................................................6

            2.3        Diskriminasi Gender……….................................................8

            2.4        Masalah Gender…………....................................................9

2.5         Akibat Diskriminasi Gender................................................10

2.6         Cara Mengatasi Diskriminasi Gender……………………..12

BAB III PENUTUP

A.   Kesimpulan....................................................................................13

B.   Saran..............................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hakikatnya, semua mahluk diciptakan berpasangan. Pada manusia misalnya, ada laki-laki dan perempuan. Keduanya diciptakan dalam derajat, harkat, dan martabat yang sama. Kalaupun memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda, itu semua agar keduanya saling melengkapi. Namun dalam perjalanan kehidupan manusia, banyak terjadi perubahan peran dan status atas keduanya, terutama dalam masyarakat. Proses tersebut lama kelamaan menjadi kebiasaan dan membudaya. Dan berdampak pada terciptanya perlakuan diskriminatif terhadap salah satu jenis kelamin. Karena itu, masalah stereotip, subordinasi, marjinalisasi, beban ganda, dan kekerasan (terutama terhadap perempuan) seperti pelecehan seksual dan perdagangan perempuan (trafficking) telah berlangsung lama. Sama lamanya dengan perjalanan sejarah peradaban manusia.

B. Rumusan Masalah
Menjelas tentang konsep gender dan diskriminasi gender.

C. Tujuan
Tujuan disusun makalah ini adalah agar mahasiswa mampu memahami tentang konsep gender dan diskriminasi gender yang terjadi dalam kehidupan.




                                                                 BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Gender
Gender adalah perbedaan peran, fungsi, dan tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan jaman.
Membahas permasalahan gender berarti membahas permasalahan perempuan dan juga laki – laki dalam kehidupan masyarakat. Dalam pembahasan mengenai gender, termasuk kesetaraan dan keadilan gender dikenal adanya 2 aliran atau teori yaitu teori nurture dan teori nature. Namun demikian dapat pula dikembangkan satu konsep teori yang diilhami dari dua konsep teori tersebut yang merupakan kompromistis atau keseimbangan yang disebut dengan teori equilibrium.

1. Teori Nurture
Menurut teori nurture adanya perbedaan perempuan dan laki – laki adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Perbedaan itu membuat perempuan selalu tertinggal dan terabaikan peran dan kontribusinya dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Konstruksi sosial menempatkan perempuan dan laki – laki dalam perbedaan kelas. Laki – laki diidentikkan dengan kelas borjuis, dan perempuan sebagai kelas proletar.

2. Teori Nature
Menurut teori nature adanya pembedaan laki – laki dan perempuan adalah kodrat, sehingga harus diterima. Perbedaan biologis itu memberikan indikasi dan implikasi bahwa diantara kedua jenis kelamin tersebut memiliki peran dan tugas yang berbeda. Ada peran dan tugas yang dapat dipertukarkan, tetapi ada yang tidak bisa karena memang bebeda secara kodrat alamiahnya.
Dalam proses perkembangannya, disadari bahwa ada beberapa kelemahan konsep nurture yang dirasa tidak menciptakan kedamaian dan keharmonisan dalam kehidupan berkeluarga maupun bermasyarakat, yaitu terjadi ketidak-adilan gender, maka beralih ke teori nature. Agregat ketidak-adilan gender dalam berbagai kehidupan lebih banyak dialami oleh perempuan, namun ketidak-adilan gender ini berdampak pula terhadap laki – laki.

3. Teori Equilibrium
Disamping kedua aliran tersebut terdapat kompromistis yang dikenal dengan keseimbangan (equilibrium) yang menekankan pada konsep kemitraan dan keharmonisan dalam hubungan antara perempuan dengan laki – laki. Pandangan ini tidak mempertentangkan antara kaum perempuan dan laki – laki, karena keduanya harus bekerja sama dalam kemitraan dan keharmonisan dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Untuk mewujudkan gagasan tersebut, maka dalam setiap kebijakan dan strategi pembangunan agar diperhitungkan kepentingan dan peran perempuan dan laki – laki secara seimbang. Hubungan diantara kedua elemen tersebut bukan saling bertentangan tetapi hubungan komplementer guna saling melengkapi satu sama lain. R.H. Tawney menyebutkan bahwa keragaman peran apakah karena faktor biologis, etnis, aspirasi, minat, pilihan, atau budaya pada hakikatnya adalah realita kehidupan manusia.
Hubungan laki – laki dan perempuan bukan dilandasi konflik dikotomis, bukan pula struktural fungsional, tetapi lebih dilandasi kebutuhan kebersamaan guna membangun kemitraan yang hamonis, karena setiap pihak memiliki kelebihan sekaligus kelemahan yang perlu diisi dan dilengkapi pihak lain dalam kerjasama yang setara.

B. Konsep Gender
Istilah gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki – laki yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan dan mana yang merupakan tuntutan budaya yang dikonstruksikan, dipelajari dan disosialisasikan.
Pembedaan itu sangat penting, karena selama ini kita sering kali mencampur-adukkan ciri – ciri manusia yang bersifat kodrati dan tidak berubah dengan ciri – ciri manusia yang bersifat non kodrat (gender) yang sebenarnya bisa berubah – ubah atau diubah.
Pembedaan peran gender ini sangat membantu kita untuk memikirkan kembali tentang pembagian peran yang selama ini dianggap telah melekat pada perempuan dan laki- laki. Perbedaan gender dikenal sebagai sesuatu yang tidak tetap, tidak permanen, memudahkan kita untuk membangun gambaran tentang realitas relasi perempuan dan laki-laki yang dinamis yang lebih tepat dan cocok dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat.
Di lain pihak, alat analisis sosial yang telah ada seperti analisis kelas, analisis diskursus (discourse analysis) dan analisis kebudayaan yang selama ini digunakan untuk memahami realitas sosial tidak dapat menangkap realitas adanya relasi kekuasaan yang didasarkan pada relasi gender dan sangat berpotensi menumbuhkan penindasan. Dengan begitu analisis gender sebenarnya menggenapi sekaligus mengkoreksi alat analisis sosial yang ada yang dapat digunakan untuk meneropong realitas relasi sosial lelaki dan perempuan serta akibat – akibat yang ditimbulkannya.
Jadi jelaslah mengapa gender perlu dipersoalkan. Perbedaan konsep gender secara sosial telah melahirkan perbedaan peran perempuan dan laki- laki dalam masyarakat. Secara umum adanya gender telah melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, fungsi dan bahkan ruang tempat dimana manusia beraktifitas. Sedemikian rupanya perbedaan gender itu melekat pada cara pandang masyarakat, sehingga masyarakat sering lupa seakan – akan hal itu merupakan sesuatu yang permanen dan abadi sebagaimana permanen dan abadinya ciri – ciri biologis yang dimiliki oleh perempuan dan laki – laki.
Secara sederhana perbedaan gender telah melahirkan pembedaan peran. Sifat dan fungsi yang berpola sebagai berikut:
1. Konstruksi biologis dari ciri primer, skunder, maskulin, feminim.
2. Konstruksi sosial dari peran citra baku (stereotype).
3. Konsruksi agama dari keyakinan kitab suci agama.
Anggapan bahwa sikap perempuan feminim dan laki – laki maskulin bukanlah sesuatu yang mutlak, semutlak kepemilikan manusia atas jenis kelamin biologisnya.
Dengan demikian gender adalah perbedaan peran laki – laki dan perempuan yang dibentuk, dibuat dan dikonstruksi oleh masyarakat dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Untuk memahami konsep gender, harus dibedakan antara kata gender dengan kata sex.
Sex adalah perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis, yang secara fisik melekat pada masing – masing jenis kelamin, laki – laki dan perempuan. Perbedaan jenis kelamin merupakan kodrat atau ketentuan Tuhan, sehingga sifatnya permanen dan universal.



C. Diskriminasi Gender
Diskriminasi gender merupakan kondisi tidak adil akibat dari sistem dan struktur sosial dimana baik perempuan maupun laki – laki menjadi korban dari sistem tersebut. Berbagai pembedaan peran dan kedudukan antara perempuan dan laki – laki baik secara langsung yang berupa perlakuan maupun sikap dan yang tidak langsung berupa dampak suatu peraturan perundang – undangan maupun kebijakan telah menimbulkan berbagai ketidak-adilan yang berakar dalam sejarah, adat, norma, ataupun dalam berbagai struktur yang ada dalam masyarakat.
Ketidak-adilan gender terjadi karena adanya keyakinan dan pembenaran yang ditanamkan sepanjang peradaban manusia dalam berbagai bentuk yang bukan hanya menimpa perempuan saja tetapi juga dialami oleh laki – laki. Meskipun secara agregat ketidak-adilan gender dalam berbagai kehidupan ini lebih banyak dialami oleh perempuan, namun hal itu berdampak pula terhadap laki – laki.
Bentuk-bentuk ketidakadilan akibat diskriminasi gender adalah sebagai berikut:
1. Marginalisasi wanita. Istilah ini menggambarkan rendahnya status, akses dan pengguasaan seseorang terhadap sumber daya ekonomi dan politik dalam pengambilan keputusan . berbagai pekerjaan yang dianggap sebagai pekerjaan wanita, misalnya guru taman kanak-kanak atau sekretaris, dinilai lebih rendah dibandingkan pekerjaan pria dan sering berpengaruh terhadap perbedaan gaji antara kedua jenis pekerjaan tersebut.
2. Subordinasi. Subordinasi pada dasarnya adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting dan lebih utama dibandingkan jenis kelamin lainnya. Pandangan bahwa wanita mempunyai kedudukan dan peran lebih rendah dibandingkan dengan pria telah tercipta sejak dahulu. Berbagai tradisi, tafsir keagamaan, maupun aturan birokrasi menempatkan wanita sebagai subordinasi kaum pria yang menyebabkan keterbatasan ruang gerak wanita diberbagai kehidupan. Misalnya seorang istri yang akan melanjutkan pendidikan harus meminta izin dari suaminya, sebaliknya seorang suami yang akan melanjutkan pendidikan tidak perlu meminta izi dari istrinya.
3. Pandangan stereotip. Pandangan stereotip asdalah citra baku tentang individu atau kelompok yang tidak sesuai dengan kenyataan empiris yang ada. Pelabelan negatif (seterotip) secara umum melahirkan ketidakadilan gender. Salah satu stereotip yang berkembang berdasarkan pengertian gender, yaitu jenis kelamin wanita mengakibatkan terjadinya diskriminasidan berbagai ketidakadilan. Sebagai contoh, pandangan terhadap wanita yang tugas dan fungsinya hanya melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan kerumahtanggaan. Stereotip ini tidak hanya terjadi di dalam rumah tangga, tetapi juga ditempat kerja dan masyarakat, bahkan tingkat pemerintah dan negara.
4. Kekerasan. Kekerasan berarti suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan fisik dapat berupa perko9saan, pemukulan dan penyikasaan. Kekerasan non fisik, yaitu pelecehan seksual yang menyebabkan gangguan emosional. Pelaku kekerasan mungkin saja individu di dalam rumah tangga, tempat umu, atau dimasyarakat.
5. Beban kerja. Bentuk lain diskriminasi atau ketidakadilan gender, yaotu beban kerja yang harus dilakukan oleh salah satu jenis kelamin tertentu. Berbagai observasi menunjukkan bahwa hampir 90% pekerjaan rumah tangga dikerjakan oleh wanita dan beberapa wanita mengerjakan hal tersebut sambil bekerja mencari uang. Hal ini menyebabkan wanita harus melakukan pekerjaan rumah sambil bekerja.

D. Masalah Gender
Ketimpangan gender merupakan kendala dalam pencapaian kesamaan kedudukan pria dan wanita sebagai mitra sejajar. Permasalahan gender dibidang poleksosbud dapat digambarkan sebagai beriktu:
1. Bidang politik. Masih sedikit sekali wanita indonesia memegang jabatan tinggi untuk menetukan kebijakan dan pengambiloan keputusan yang kurang memperhatikan kepentingan dan aspirasi wanita.
2. Bidang ekonomi. Beberapa faktor ekonomi merupakan konteks situasi wanita yang perlu diperhatikan dalam pembangunan berwawasan kemitrasejajaran. Dalam kondisi ekonomi yang sulit, umumnya wanita mempunyai peranan yang besar dalam mempertahankan kehidupan keluarga. Kondisi ekonomi di pedesaan kebanyakan masih kurang menguntungkan bagi perkembangan potensi penduduknya.
3. Bidang sosial budaya. Faktor sosial sangat penting karena mempengaruhi status dan perana wanita. Sosial-budaya dapat menjadi faktor pendukung ataupu penghambat terhadap kemajuan wanita. Krisis ekonomi yang tejadi pada tahun 1998 ,emyebabkan penurunan secara signifikan dalam hal kemampuan orang tua menyekolahkan anaknya. Dalam hal ini, orang tua lebih memilih anak pria yang akan melanjutkan pendidikan.
Pembagian tugas ataupun peran antara wanita dan pria tidaklah sulit, selama pembagian peran dan tugas tersebut baik, seimbang dan tidak menjadikan gender sebagai masalah. Permasalahan yang berhubungan dengan gender akan timbul jika kondisi-kondisi beriktu:
1. Wanita tidak berkembang dan hanya diberi peran dalam urusn rumah tangga saja. Selain itu, mereka tidak diberi kesempatan atau peluang pada peran yang produktif.
2. Anak-anak wanita tidak mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi/sama dengan pria karena berbagai alasan.
3. Wanita menjadi bergantungh pada nafkah suami sehingga tidak memiliki keterampilan dan pengalaman yang sebanding dengan pria.
4. Dalam keluarga miskin, wanita melakukan pekerjaan ganda,yaitu mmengurusi pekerjaan rumah dan mencari nafkah dengan keterampilan dan pengetahuan yang terbatas.
5. Potensi dan bakat yang dimiliki wanita kurang diakomodasi.

E. Akibat Diskriminasi Gender
Berbagai bentuk diskriminasi merupakan hambatan untuk tercapainya keadilan dan kesetaraan gender atau kemitrasejajaran yang harmonis antara perempuan dan laki-laki, karena dapat menimbulkan:
1. Konflik
2. stres pada salah satu pihak
3. relasi gender yang kurang harmonis
4. Diskriminasi Gender Menurunkan Kesejahteraan dan Menghambat Pembangunan.
Ketidaksetaraan gender merugikan bagi kesehatan dan kesejahteraan laki-laki, perempuan, serta anak-anak, dan memiliki dampak terhadap kemampuan mereka meningkatkan taraf kehidupan. Selain itu, ketidaksetaraan gender juga mengurangi nproduktifitas peternakan dan wirausaha, sehingga mengurangi prospek mengentaskan kemiskinan dan jaminan kemajuan ekonomi. Terakhir, ketidaksetaraan gender dapat melemahkan pemerintahan suatu negaradan dengan demikian berakibat pada buruknya efektifitas kebijakan pembangunannya.

a. Kesejahteraan
Hal yang paling merugikan dari ketidaksetaraan gender adalah menurunnya kualitas kehidupan. Sulit untuk mengidentifikasi dan mengukur seluruh kerugian ini-namun banyak bukti dari banyak Negara di dunia yang menunjukkan bahwa masyarakat dengan ketidaksetaraan gender mengalami banyak persoalan kemiskinan, kekurangan gizi, berbagai penyakit, dan banyak kerugian lainnya.
1) Cina, Korea dan Asia Selatan memiliki angka kematian perempuan di atas normal. Mengapa demikian? Norma-norma sosial yang mengistimewakan anak laki-laki, ditambah kebijakan satu-anak di Cina, telah mendorong angka kematian anak perempuan menjadi lebih besar daripada laki-laki Beberapa prediksi mengindikasikan bahwa jumlah perempuan yang hidup saat ini seharusnya 60-100 juta lebih banyak bila tidak ada diskriminasi gender. Tingkat buta huruf dan keterbatasan jenjang pendidikan ibu secara langsung merugikan anak-anak. Jenjang pendidikan yang rendah berakibat pada kualitas perawatan anak yang buruk dan juga angka kematian bayi dan kurang gizi yang lebih tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang ibu, semakin besar kemungkinannya menyesuaikan diri dengan standar kesehatannya.
2) Ketidaksetaraan gender dalam jenjang pendidikan dan pekerjaan diperkotaan mempercepat penyebaran HIV (gambar 5). Epidemi AIDS akan menyebar cepat dalam waktu mendatang, sehingga satu dari empat perempuan dan satu dari lima laki-laki akan terinfeksi HIV. Kasus ini sendiri sudah terjadi di beberapa negara di Sub-Sahara Afrika.
3) Sementara perempuan dan anak perempuan, khususnya yang miskin, mengalami diskriminasi berdasarkan gender, ketidaksetaraan gender juga membebani laki-laki. Selama transisi ekonomi di Eropa Timur, laki-laki telah mengalami penurunan tingkat harapan hidup dalam tahun-tahun belakangan ini. Kenaikan rata-rata jumlah kematian laki-laki-paling banyak terjadi di masa damai- berhubungan dengan peningkatan stres dan kegelisahan yang disebabkan banyaknya pengangguran di antara kaum laki-laki.

b. Produktifitas dan Pertumbuhan Ekonomi
Beban pada kehidupan manusia adalah beban pembangunan karena meningkatkan kualitas hidup masyarakat adalah tujuan akhir pembangunan. Ketidaksetaraan gender memberikan beban pula pada produktivitas, efisiensi, dan kemajuan ekonomi. Dengan menahan akumulasi sumber daya manusia di rumah dan di pasar tenaga kerja, serta dengan sistematis mengecualikan perempuan atau laki-laki dari akses ke sumber daya, jasa publik, atau aktifitas produktif, maka diskriminasi gender mengurangi kapasitas suatu perekonomian untuk tumbuh serta mengurangi kapasitas suatu perekonomian untuk tumbuh serta mengurangi kapasitas untukmeningkatkan standar kehidupan untukmeningkatkan standar kehidupan.
1) Hilangnya pendapatan disebabkan oleh ketidakefisienan dalam alokasi sumber daya produktif antara laki-laki dan perempuan di dalam rumahtangga. Dalam rumahtangga di Burkina Faso, Kamerun, dan Kenya, pengendalian yang lebih setara atas sumbangan tenaga dan pendapatan di suatu peternakan antara perempuan dan laki-laki dapat meningkatkan hasil peternakan sampai sebanyak seperlima dari penghasilan sekarang.
2) Investasi yang rendah untuk pendidikan perempuan juga menurunkan tingkat pendapatan suatu negara. Sebuah penelitian memperkirakan jika negara-negara di Asia Selatan, Sub-Sahara Afrika, Timur Tengah, dan Afrika Utara telah mulai mengatasi kesenjangan gender dalam bidang pendidikan seperti yang telah dilakukan di Asia Timur tahun 1960 dan menurunkan kesenjangan sampai ke tingkat yang telah dicapai Asia Timur dari tahun 1960 hingga 1992, maka pendapatan per kapita mereka seharusnya dapat tumbuh lebih cepat 0,5 sampai dengan 0,9 persen setiap tahun-peningkatan yang substansial terhadap rata-rata pertumbuhan actual.

F. Cara Mengatasi Diskriminasi Gender
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi diskriminasi gender adalah sebagai berikut.
1. Planning
Tujuan utama dari segala kegiatan yang akan dilaksanakan adalah membagi peran manusia dengan kemampuan pribadinya. Sasaran utama yang akan dicapai adalah terjadinya perubahan sosial-budaya melalui lembaga/organisasi.
2. Organizing/Directing
Diupayakan hilangnya pembagian tugas dan wewenang berdasarkan jenis kelamin. kotak stereotip dibongkar melalui peningkatan keterampilan hubungan antarmanusia dalam organisasi. Relasi pembagian kerja berwawasan gender (sadar gender).
3. Amati dan pelajari organisasi perempuan serta peran kepemimpinan mereka dan tingkatkan kemampuan mereka memimpin.
4. Amati cara-cara perempuan menentukan kebutuhan dalam pertemuan-pertemuan mereka. Bedakan kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis. Tingkatkan pertemuan mereka dalam menentukan kebutuhan strategis.
5. Temukan peran produktif perempuan (ini merupakan kekuatan) yang dapat mengubah situasi.
6. Cari cara untuk mengubah posisi dan peranan perempuan dan usahakan peningkatan posisi mereka.
7. Cari faktor-faktor penyebab yang membuat perempuan kurang mempunyai akses dalam masyarakat, baik dilihat dari aspek sosial, ekonomi, politik.
8. Identifikasi kebutuhan khusus perempuan, seperti perlindungan dari tindak kekerasan, pemekorsaan/pelecehan.
9. Catat semua hak perempuan sebagai pribadi serta tingkatkan pendidikan perempuan muda tentang hal-hal yang berhubungan dengan menstruasi dan kehamilan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan mengetahui dan memahami pengertian gender dan seks, seseorang diharapkan tidak lagi mencampuradukkan pengertian kodrat (ciptaan Tuhan) dan non-kodrati (buatan masyarakat yang bisa berubah sepanjang jaman). Konstruksi sosial dapat terjadi karena pada dasarnya sikap dan perilaku manusia dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, yaitu konstruksi biologis, konstruksi sosial, dan konstruksi agama.
Pemahaman tentang perbedaan seks dan gender sangat penting karena keduanya merupakan kunci untuk tidak terjadinya kesalahan analisis, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat yang seringkali menimbulkan ketidakadilan gender. Ketidakadilan gender dapat dihilangkan apabila masyarakat memahami dan mawas diri serta bertekad mengubah perilaku ke arah yang responsif gender dalam setiap kegiatan.
Dengan demikian, perlu adanya kesepakatan dalam hal pembagian peran, sehingga laki-laki dan perempuan dapat menjadi mitra yang setara dan seimbang dalam kehidupan di keluarga, masyarakat dan pemerintahan.

B. Saran
Sebagai mahasiswa dan calon tenaga medis kita mampu menerapkan tentang teori dan konsep dari gender, agar tidak akan terjadi diskriminasi gender didalam kehidupan keluarga, masyarakat dan pemerintahan.


DAFTAR PUSTAKA
Noorkasiani.(2009). Sosiologi Keperawatan. Jakarta:EGC.
Sihite, Romany.(2007). Perempuan, Kesetaraan, Keadilan Suatu Tinjauan Berwawasan Gender. Jakarta: Raja Grafinda PersadaSudarma, Momon.(2008). Sosiologi Untuk Kesehatan. Jakarta: Salemba


Komentar

Postingan Populer